September 13, 2016

Rapat Koordinasi Pokja Reintegrasi

Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I Surabaya sekaligus ketua Pokja Reintegrasi Bapak Hasan, S.Sos memimpin rapat Pokja Reintegrasi di Aula Balai Pemasyarakatan Kelas I Surabaya. Adapun rapat tersebut diantaranya dihadiri oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur yang diwakili oleh Bapak Tri Agung Harianto, Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Surabaya (Drs. Nasik, Djoko Priantoro,SE.SH, dan Tri Wisnu W, SH, LSM (Darul Ma’arif, PGB, LSP Central Bosch dan L KAP) serta Pengusaha.

Rapat Koordinasi Pokja Reintegrasi

Rapat tersebut Dalam rangka membahas rencana  tindak lanjut  pelaksanaan program Reintegrasi Klien Pemasyarakatan yang berisiko tinggi (Klien Kasus Teroris).

READ MORE

September 8, 2016

Penandatanganan Komitmen Bersama Keluarga Klien Penjamin Usul Integrasi

Kepala Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya Bapak Hasan, S.Sos Memberikan Pengarahan dan Silaturahmi dengan keluarga penjamin klien usul integrasi di Aula Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya.

Kepala Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya Bapak Hasan, S.Sos Memberikan Pengarahan

Tujuan diadakan kegiatan ini adalah agar Penjamin mengetahui tugas dan Kewajibannya sebagai seorang penjamin dari warga binaan pemayarakatan yang akan divonis bebas. Dengan demikian pihak keluarga Penjamin dapat bekerjasama dengan pihak Balai Pemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan terhadap klien agar menjadi insan yang baik, berguna serta dapat kembali diterima didalam masyarakat.

READ MORE

September 2, 2016

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penanganan Anak Berkonflik Hukum

Dengan Adanya UU. No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang berfokus pada Keadilan Restoratif dan Diversi yang menekankan pada ‘pemulihan’ ketimbang ‘pembalasan’ seperti penerapan pada hukum pidana orang dewasa. Pembuatan Undang-undang ini diharapkan dapat mengubah stigma masyarakat yang memandang anak sebagai ‘kriminal’, membuat masyarakat sadar bahwa anak masih dalam masa pengembangan diri dan karenanya mereka pun belum dapat mempertanggungjawabkan perilakunya secara penuh. Pengajaran dari orang tua dan lingkungan sekitar memiliki peran besar dalam pembentukan perilaku anak tersebut.

dsc_0053

Pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) adalah anak berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dengan kata lain umur 12 tahun menjadi ambang batas anak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, walaupun tidak secara penuh seperti halnya orang dewasa. Untuk anak yang berada di bawah 12 tahun tidak dapat dikenai pidana, namun hanya dapat diberikan tindakan sesuai dengan pasal 21 ayat 1.

Dari segi penanganan kasus ABH tentunya juga berbeda dengan penanganan kasus orang dewasa. Di sini diperlukan peran serta APH, masyarakat, juga lembaga-lembaga terkait seperti Advokat, Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Pekerja Sosial Profesional (Peksos), Tenaga Kerja Sosial (TKS), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). APH terdiri dari tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kemudian LSM yang terlibat adalah LSM yang berkecimpung dalam bidang anak, seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan sebagainya.

Terkait dengan hal tersebut, maka sesuai dengan UU. No. 11 tahun 2012 maka Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas dituntut untuk berperan lebih besar terhadap penanganan ABH. Seperti yang telah diatur oleh UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak ayat 24, PK BAPAS melaksanakan tugas dan fungsi LITMAS, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. Berdasarkan data laporan pemetaan situasi ABH dan SOP penanganan perkara ABH yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), BAPAS menerapkan model pendekatan untuk tiga tahap:

  1. Tahap penyidikan di Kepolisian: PK berupaya melakukan mediasi dengan melibatkan keluarga, pihak korban, dan masyarakat setempat;
  2. Tahap pengadilan anak: PK mendampingi anak selama proses pengadilan dan berkoordinasi dengan LBH;
  3. Tahap penyidikan maupun setelah putusan hakim: PK berkoordinasi dengan panti sosial

Setelah jatuh keputusan bahwa AKH mendapatkan Tindakan dan/atau Pidana, pihak-pihak terkait akan mengawasi dan membantu AKH hingga langkah ketiga, yakni Reintegrasi. Mereka memastikan bahwa AKH dapat menyatu kembali ke dalam masyarakat seperti sedia kala.

Terkait dengan hal tersebut maka Bapas Klas I Surabaya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas Pembimbing Kemasyarakatan Kelas I Surabaya sesuai dengan yang dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 2012. Upaya dilakukan antara lain dengan memberikan bimbingan tekhnis, pelatihan dan mengikutkan PK kedalam Diklat-diklat Pembimbing Kemasyarakatan. Selain itu juga Dilakukan sinergi dan kooedinasi dengan Lembaga Penegak Hukum yang lain guna menambah wawasan dan pengetahuan Pembimbing Kemasyarakatan.

READ MORE